Hasil Riset Propolis ,Khasiat Propolis untuk Penyakit Berat [ Kanker,HIV/AIDS,Tumor,STROKE ]
Seiring dengan tren pemanfaatan propolis, para periset menguji ilmiah lem lebah itu. Dra Mulyati Sarto MSi, peneliti di Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada, membuktikan bahwa propolis sangat aman dikonsumsi. Dalam uji praklinis, Mulyati membuktikan LD50 propolis mencapai lebih dari 10.000 mg. LD50 adalah lethal dosage alias dosis yang mematikan separuh hewan percobaan.
Jika dikonversi, dosis itu setara 7 ons sekali konsumsi untuk manusia berbobot 70 kg. Faktanya, dosis konsumsi propolis di masyarakat amat rendah, hanya 1—2 tetes dalam segelas air minum. Dosis penggunaan lain pun hanya 1 sendok makan dilarutkan dalam 50 ml air.
“Tingkat toksisitas propolis sangat rendah, jika tak boleh dibilang tidak toksik,” kata Mulyati. Bagaimana efek konsumsi dalam jangka panjang? Master Biologi alumnus Universitas Gadjah Mada itu juga menguji toksisitas subkronik. Hasilnya konsumsi propolis dalam jangka panjang tak menimbulkan kerusakan pada darah, organ hati, dan ginjal. Dua uji ilmiah itu—toksisitas akut dan toksisitas subkronik—membuktikan bahan suplemen purba itu sangat aman dikonsumsi.
Propolis itu pula yang dikonsumsi Evie Sri, kepala Sekolah Dasar Negeri Kertajaya 4 Surabaya , untuk mengatasi kanker payudara stadium IV. Evie akhirnya sembuh dari penyakit mematikan itu. Kesembuhannya selaras dengan riset Prof Dr Mustofa MKes, peneliti di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, yang meriset in vitro propolis sebagai antikanker. Sang guru besar menggunakan sel HeLa dan Siha—keduanya sel kanker serviks—serta T47D dan MCF7 (sel kanker payudara).
Selain itu ia juga menguji in vitro pada mencit yang diinduksi 20 mg dimethilbenz(a)anthracene (DMBA), senyawa karsinogenik pemicu sel kanker. Frekuensi pemberian 2 kali sepekan selama 5 minggu. Hasil riset menunjukkan propolis mempunyai efek sitotoksik pada sel kanker. Nilai IC50 pada uji in vitro mencapai 20—41 µg/ml. IC50 adalah inhibition consentration alias konsentrasi penghambatan propolis terhadap sel kanker.
Untuk menghambat separuh sel uji coba, hanya perlu 20—41 µg/ml. Angka itu setara 0,02—0,041 ppm. Bandingkan dengan tokoferol yang paling top sebagai antioksidan. Nilai IC50 tokoferol cuma 4—8 ppm. Artinya ntuk menghambat radikal bebas dengan propolis perlu lebih sedikit dosis ketimbang tokoferol. Dengan kata lain nilai antioksidan propolis jauh lebih besar daripada tokoferol.
Pada uji in vitro, propolis berefek antiproliferasi. Proliferasi adalah pertumbuhan sel kanker yang tak terkendali sehingga berhasil membentuk kelompok. Dari kelompok itu muncul sel yang lepas dari induknya dan hidup mandiri dengan “merantau” ke jaringan lain. Antiproliferasi berarti propolis mampu menghambat pertumbuhan sel kanker.
“Terjadi penurunan volume dan jumlah nodul kanker pada tikus yang diberi 0,3 ml dan 1,2 ml propolis,” ujar dr Woro Rukmi Pratiwi MKes, SpPD, anggota tim riset. Dalam penelitian itu belum diketahui senyawa aktif dalam propolis yang bersifat antikanker. Namun, menurut dr Ivan Hoesada di Semarang, Jawa Tengah, senyawa yang bersifat antikanker adalah asam caffeat fenetil ester.
Banyak bukti empiris yang menunjukkan penderita-penderita penyakit maut sembuh setelah konsumsi propolis. ‘Penyakitnya berat yang dokter spesialis sudah pasrah,’ kata dr Ivan. Sekadar menyebut beberapa contoh adalah Siti Latifah yang mengidap stroke, Wiwik Sudarwati (gagal ginja), dan Rohaya (diabetes mellitus). Menurut dr Hafuan Lutfie MBA mekanisme kerja propolis sangat terpadu. Dalam menghadapi sel kanker, misalnya, propolis bersifat antiinflamasi alias antiperadangan dan anastesi atau mengurangi rasa sakit.
Yang lebih penting propolis menstimuli daya tahan tubuh. ‘Tubuh diberdayakan agar imunitas bekerja sehingga mampu memerangi penyakit,’ kata Lutfie, dokter alumnus Universitas Sriwjaya. Kemampuan propolis meningkatkan daya tahan tubuh disebut imunomodulator. Dr dr Eko Budi Koendhori MKes dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga membuktikan peningkatan kekebalan tubuh tikus yang diberi propolis. Biasanya infeksi Mycobacterium tuberculosis – bakteri penyebab tuberkulosis (TB) – menurunkan kekebalan tubuh dengan indikasi anjloknya interferon gamma dan meningkatkan interleukin 10 dan TGF. Interferon gamma adalah senyawa yang diproduksi oleh sel imun atau sel T yang mengaktifkan sel makrofag untuk membunuh kuman TB. Interleukin dan TGF merupakan senyawa penghambat interferon gamma.
Doktor ahli tuberkulosis itu membuktikan interferon gamma tikus yang diberi propolis cenderung meningkat hingga pekan ke-12. Sebaliknya interleukin 10 justru tak menunjukkan perbedaan bermakna. ‘Pemberian propolis pada mencit yang terinfeksi TB mampu mengurangi kerusakan pada paru-paru dengan cara meningkatkan sistem imun tubuh,’ kata dr Eko.
Dengan kelebihan itu pantas bila permintaan propolis cenderung meningkat. Cahya Yudi Widianto pada Mei 2009 baru memasarkan 300 botol masing-masing berisi 250 ml; kini mencapai 500 botol. Malaysia minta rutin 250 botol per bulan. Hendra Wijaya yang mengelola gerai Melianature Indonesia di Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, mampu menjual 50 paket per hari. Sebuah paket terdiri atas 7 botol masing-masing bervolume 6 ml seharga Rp550.000 atau total omzet Rp2.750.000 sehari.
Marta Irawati dari Ratu Nusantara enggan membeberkan volume penjualan propolis. ‘Peningkatan volume penjualan mencapai 20% per tahun,’ kata Marta. Kondisi itulah yang mendorong Jeanny Komar, peternak lebah di Sukabumi, Jawa Barat, pada Januari 2010 mulai memanfaatkan propolis. Ia mengelola 1.000 koloni. Komoditas yang selama ini ia biarkan ternyata berkhasiat obat. ‘Obat dari yang menciptakan manusia jauh lebih bagus daripada obat bikinan manusia,’ kata dr Lutfie.
HIV/AIDS
Siapa tak merinding mendengar kata AIDS – menurunnya sistem kekebalan tubuh akibat infeksi human immunodeficiency virus HIV yang memicu munculnya beragam penyakit? Menurut data World Health Organization (WHO), sekitar 2-juta penduduk dunia meninggal akibat AIDS sepanjang 2008. Jumlah itu mungkin turun jika para pengidap AIDS mengenal propolis.
Propolis memang belum dibuktikan secara klinis bisa mengatasi HIV. Namun, berdasar riset in vitro – di laboratorium – yang dilakukan para peneliti dari University of Minnesota, Minneapolis, Amerika Serikat, propolis berpotensi meningkatkan kekebalan tubuh para penderita HIV/AIDS.
Tim peneliti menduga zat antiviral yang terkandung dalam propolis menghambat masuknya virus ke dalam CD4+ limfosit.
Propolis dosis 66,6 µg/ml dalam kultur sel CD4+ – sel T dalam sistem kekebalan yang memiliki reseptor CD4 mampu menghambat ekspresi virus HIV maksimal 85%. Lazimnya pada penderita HIV/AIDS, virus mematikan itu menginfeksi sel bereseptor CD4 dan merusaknya. Makanya, jumlah sel ber-CD4 pada penderita HIV/AIDS turun jauh di bawah angka normal. Pada orang sehat, jumlahnya sekitar 500 – 1.500/mm3 darah.
Penyakit Berat
Berdasarkan riset di luar maupun dalam negeri, propolis memang terbukti ampuh melawan beberapa penyakit berat.
Dr dr Eko Budi Koendhori Mkes, dari Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK UNAIR), misalnya, membuktikan lem lebah itu membantu menekan kerusakan jaringan paru pada mencit yang diinfeksi Mycobacterium tuberculosis – bakteri penyebab penyakit tuberculosis (TBC).
Dari 100 mencit yang diinfeksi M. tuberculosis, tikus yang diberi kombinasi Isoniasid – obat antituberculosis – 25 mg/kg bobot badan dan propolis menunjukkan peningkatan kadar interferon γ . Interferon γ berperan mengaktifkan sel makrofag yang membunuh bakteri TBC.
Mencit yang hanya diberi Isoniasid mengalami peningkatan kerusakan paru dari minggu ke-5 hingga ke-12. Sementara kondisi paru mencit yang diberi Isoniasid dan propolis dosis 800 mg pada minggu ke-12 sama seperti pada minggu ke-5.
Propolis berperan meningkatkan kekebalan penderita sehingga kerusakan jaringan dapat ditekan. Obat standar bekerja secara langsung menyerang bakteri TBC. Nah, kombinasi obat dan propolis mematikan bakteri TBC sekaligus mengurangi kerusakan paru-paru akibat serangan bakteri.
‘Propolis sangat bagus untuk meningkatkan sistem imun. Selain itu saya duga memiliki kemampuan antikanker,’ tutur Eko.
Kanker
Dugaan Eko tidak meleset. Berdasar riset yang dilakukan di laboratorium Pengujian dan Penelitian Terpadu (LPT) UGM, produk propolis yang diteliti dapat menghambat sel kanker HeLa (sel kanker serviks), Siha (sel kanker uterus), serta T47D dan MCF7 (sel kanker payudara) dengan nilai IC50 berkisar 20 – 41 µg/ml. Artinya, propolis dosis 20 – 41 µg/ml dapat menghambat aktivitas 50% sel kanker dalam kultur.
Itu sejalan dengan penelitian dr Woro Pratiwi MKes SpPD, dari Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (FK UGM). Propolis yang diberikan selama 1 bulan memiliki efek antikanker dalam organisme hidup. Itu ditunjukkan dengan menurunnya jumlah nodul atau tonjolan tumor dan menurunnya aktivitas proliferasi – penggandaan – sel tumor kelenjar payudara pada mencit. Namun, efeknya masih lebih rendah dibanding pada mencit yang diberi obat kanker standar, doksorubisin. ‘Sehingga, perlu dikaji penggunaan propolis dengan obat antikanker terstandar untuk memberikan efek terapi optimal dan efek samping minimal,’ ujar Woro.
Polifenol dan flavonoid, sebagian senyawa yang terkandung dalam propolis, kemungkinan berperan menghambat proliferasi sel kanker. Menurut Dr Edy Meiyanto dari Fakultas Farmasi UGM, flavonoid biasanya mempunyai struktur khas yang mampu menghambat protein kinase yang digunakan untuk proliferasi sel. Jika protein kinase ini dihambat, proses fisiologi sel pun terhambat sehingga sel melakukan apoptosis alias membuat program bunuh diri.
‘Senyawa golongan flavonoid dan polifenol yang ada dalam propolis juga memiliki efek antioksidan dan antitrombositopenia,’ kata Prof Dr Mustofa MKes Apt dari Bagian Farmakologi & Toksikologi FK UGM.
Penelitian tim FK UGM menunjukkan sediaan propolis yang diuji mampu mencegah penurunan trombosit pada mencit yang diinfeksi Plasmodium berghei – salah satu parasit penyebab malaria pada mamalia selain manusia. Dosis optimal 5 ml/kg bobot badan juga mampu meningkatkan jumlah eritrosit hingga 37% setelah 8 hari pemberian.
Aman
Khasiat lain propolis yang sudah dibuktikan lewat riset yaitu efek antimikrobanya. Uji yang dilakukan Eko pada 2007 menunjukkan propolis mampu membunuh 26 isolat bakteri Staphylococcus aureus penyebab infeksi pada kulit dan saluran pernapasan serta Escherichia coli penginfeksi saluran pencernaan. Propolis dosis 10% dan 20% mampu membunuh seluruh sampel kedua jenis bakteri.
Penelitian serupa oleh Dr Jessie Pamudji di Sekolah Farmasi, Institut Teknologi Bandung membuktikan efek antibakteri propolis terhadap S. aureus dan Propionibacterium acnes – biang jerawat. ‘Itu karena propolis mengandung senyawa yang bersifat antimikroba yaitu flavon pinocembrin, flavonol galangin, dan asam kafeat,’ ujar Jessie.
Yang terpenting, riset membuktikan propolis aman meski dikonsumsi dalam jangka panjang. Menurut Dra Mulyati Sarto, MSi dari LPT UGM, toksisitas propolis sangat rendah. ‘Mencit yang diberi propolis tiap hari selama 1 bulan dengan dosis normal, fungsi dan kondisi organ tubuhnya tetap bagus, tidak bermasalah,’ ujarnya.
Dosis normal yang dimaksud setara 1 sendok makan propolis dilarutkan dalam 50 ml air untuk konsumsi manusia. Propolis baru menyebabkan kematian separuh jumlah hewan uji ada dosis di atas 10.000 mg/kg bobot badan. Jika dikonversikan ke orang berbobot 60 kg, dosis itu setara konsumsi 0,6 kg propolis setiap hari. Artinya, keampuhan dan keamanan propolis telah terbukti.
Sumber : Majalah Trubus & beberapa literatur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar